Senin, 24 Juni 2013

SISTEM REPRODUKSI

SISTEM REPRODUKSI

Organ reproduksi pada unggas adalah ovarium  dan oviduct untuk unggas betina dan testis untuk unggas jantan. Pada unggas betina organ reproduksi bagian kiri yang berkembang normal dan berfungsi dengan baik (Nesheim et al., 1972), tetapi untuk bagian kanan mengalami rudimeter (Sarwono, 1988).

Ayam Betina

Organ reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada ovarium terdapat banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari infudibulum, magnum, ithmus, kelenjar kerabang telur  dan vagina (Nalbandov, 1990). Secara lengkap oviduct dan ovarium digambarkan oleh Nesheim et al. (1979) seperti tampak pada gambar 18.
Ovarium
Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk. Ovarium terdiri atas dua lobus besar yang banyak mengandung folikel-folikel (Nalbandov, 1990). Ovarium biasanya terdiri dari 5 sampai 6 ovum yang telah berkembang dan sekitar 3.000 ovum yang belum  masak yang berwarna putih (Akoso, 1993).
Yolk merupakan tempat disimpannya sel benih (discus germinalis) yang posisinya pada permukaan  dipertahankan oleh latebra. Yolk dibungkus oleh suatu lapisan membran folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang berguna untuk menyuplai komponen penyusun yolk melalui aliran darah menujudiscus germinalis. Ovum juga dibungkus oleh suatu membran vitelina dan pada ovum masak membran vitelina dibungkus oleh membran folikel. Bagian yolk mempunyai suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah yang disebut stigma. Pada bagian stigma inilah akan terjadi perobekan selaput folikel kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke dalam ostium yang merupakan mulut dari infundibulum (Nesheim et al., 1979).

Gambar 17. Ovarium dari ayam petelur (Nesheim et al., 1979)

Perkembangan kuning telur dimulai setelah oocyt (discus germinalis) berkembang secara perlahan-lahan pada hari ke-10 sampai 8  sebelum ovulasi, dengan adanya penimbunan zat-zat makanan. Pada hari ke- 7 sampai 4 sebelum ovulasi pembentukan yolk terjadi sangat cepat. Pada hari ke-7 sampai 6 sebelum ovulasi yolk, sebesar 1/10 kali yolk masak. Pada hari ke-6 sebelum ovulasi terjadi lapisan konsentris yolk dan diameter  yolk berkembang dari 6 sampai 35 mm. Lapisan konsentris terdiri dari lapisan putih dan kuning yang dipengaruhi oleh perbedaan xanthophyl pakan dan periode siang malam. Pada hari ke-4 sebelum ovulasi  yolk sudah berebentuk sempurna seperti pada yolk masak.  Pada hari ke-3 penimbunan komponen yolk mulai lambat dan berhenti sama sekali pada hari ke-1 sebelum ovulasi dengan diameter sekitar 40 mm (Nesheim et al., 1979). Proses perkembangan folikel yolk ini dipengaruhi oleh hormon pituitari setelah terjadinya kematangan seksual pada ayam betina (Nalbandov, 1990). 
Ovarium menghasilkan beberapa hormon pada saat perkembangannya, folikel-folikel pada ovarium ini berkembang karena adanya FSH (Follicle-Stimulating Hormone) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari bagian anterior (Nesheim et al., 1979). Anak ayam belum dewasa mempunyai oviduk yang masih kecil dan belum berkembang sempurna. Perlahan lahan oviduk akan mengalami perkembangan dan sempurna pada saat ayam mulai bertelur, dengan dihasilkannya FSH tersebut (Akoso, 1993).
Setelah ayam dewasa ovarium juga memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen memacu pertumbuhan saluran reproduksi dan merangsang terjadinya kenaikkan Ca, protein, lemak dan substansi lain dalam darah untuk pembentukan telur. Estrogen juga merangsang pertumbuhan tulang pinggul dan brutu. Progresteron juga dihasilkan oleh ovarium, yang berfungsi sebagai hormon releasing factor di hipothalamus untuk membebaskan LH dan menjaga saluran telur berfungsi normal (Akoso, 1993).

Oviduk
Oviduk terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus. Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik dan satunya mengalami rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok yang merupakan bagian dari ductus Muller. Ujungnya melebar membentuk corong dengan tepi yang berjumbai (Nalbandov, 1990). Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu: infundibulum atau funnel, magnum, ithmus, uterus atau shell gland dan vagina (Nesheim et al., 1979).
Gambar 18. Organ reproduksi ayam betina (Nesheim et al., 1979)

Oviduk mempunyai struktur yang kompleks untuk menghasilkan bahan sekitar 40 g (10 g padat dan 30 g air) dalam waktu sekitar 26 jam. Secara garis besar terdiri lapisan perotoneal eksternal (serosa), lapisan otot longitudinal luar dan sirkuler dalam, lapisan jaringan pengikat pembawa pembuluh darah dan syaraf, serta lapisan mukosa yang melapisi seluruh duktus. Pada ayam muda mukosa bersifat sederhana tanpa lekukan maupun lipatan. Pada saat mendekati dewasa kelamin serta mendapat stimulus dari estrogen dan progresteron, maka oviduk menjadi sangat kompleks dengan terbentuknya ikatan-ikatan primer, sekunder dan tersier. Pada puncak aktivitas sekresinya, sel-sel menunjukkan bentuk variasinya dari kolumner tinggi sipleks sampai kolumner transisional yang memiliki silia. Oviduk unggas tidak dapat membedakan antara ovum dengan benda-benda asing, sehingga akan tetap mensekresikan albumen, kerabang lunak dan kerabang keras disekitar benda asing tersebut (Nalbandov, 1990).
  Infundibulum. Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai panjang sekitar 9 cm (North, 1978). Infundibulum berbentuk seperti corong atau fimbria dan menerima telur yang telah diovulasikan. Pada bagian kalasiferos merupakan tempat terbentuknya kalaza yaitu suatu bangunan yang tersusun dari dua tali mirip ranting yang bergulung memanjang dari kuning telur sampai ke kutub-kutub telur (Nalbandov 1990). Pada bagian leher infundibulum yang merupakan bagian kalasiferos juga merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Penyimpanan ini terjadi pada saat kopulasi hingga saat fertilisasi (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999).
Infundibulum selain tempat ovulasi juga merupakan tempat terjadinya fertilasi. Setelah fertilasi, ovum akan mengalami pemasakkan setelah 15 menit di dalam infundibulum, dan dengan gerak peristaltik ovum yang terdapat pada yolk akan masuk ke bagian magnum (Nesheim et al., 1979).
Magnum. Magnum merupakan saluran kelanjutan  dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum tidak dapat terlihat dari luar (Nalbandov, 1990). Magnum mempunyai panjang sekitar 33 cm  dan tempat disekresikan albumen telur. Proses perkembangan telur dalam magnum sekitar 3 jam (North, 1978).
Albumen padat yang kaya akan mucin disekresikan oleh sel goblet yang terletak pada permukaan mukosa magnum dan jumlah albumen yang disekresikan sekitar 40 sampai 50% total albumen telur.
Ithmus. Setelah melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara ithmus dan magnum  terdapat garis pemisah yang nampak jelas yang disebut garis penghubung  ithmus-magnum (Nalbandov, 1990).
Panjang ithmus sekitar 10 cm dan merupakan tempat terbentuknya membran sel (selaput kerabang lunak) yang banyak tersusun dari serabut protein, yang berfungsi melindungi telur dari masuknya mikroorganisme ke dalam telur (North, 1978). Membran sel yang terbentuk terdiri dari membran sel dalam dan membran sel luar, di dalam ithmus juga disekresikan air ke dalam albumen. Calon telur di dalam ithmus selama 1,25 jam (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999).
Dua lapisan membran sel telur saling berhimpit dan ada bagian yang memisah/melebar membentuk bagian yang disebut rongga udara (air cell), air cell akan berkembang mencapi 1,8 cm. Rongga udara bisa digunakan untuk mengetahui umur telur dan besar telur (North, 1978).
  Uterus. Uterus merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Di dalam uterus  telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium (Nalbandov, 1990).  Uterus (shell gland) mempunyai panjang sekitar 10 sampai 12 cm dan merupakan tempat perkembangan telur paling lama di dalam oviduk, yaitu sekitar 18 sampai 20 jam (North, 1978).
Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding
uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel. Pada uterus terjadi penambahan albumen antara 20 sampai 25% (North, 1978).
Deposisi kalsium sudah terjadi sebagian kecil di ithmus dan dilanjutkan di uterus. Deposisi terjadi pada bagian inner shell, lapisan mammillary (berupa kristal kalsit) yang membetuk lapisan material berongga. Komposisi komplit dari kerabang telur berupa kalsit (CaCO3), dan sedikit sodium, potasium dan magnesium (North, 1978).
Formasi terbentuknya kerabang telur dengan adanya ketersediaan ion kalsium dan ion carbonat  didalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat. Sumber utama ion karbonat terbentuk karena adanya CO2 dalam darah hasil metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus, dan dengan adanya H2O, keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase (dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen terlepas. Beberapa hubungan antara kalsium dalam darah, CO2 dan ion bikarbonat di dalam uterus dalam peristiwa pembentukan kerabang telur dapat dilihat pada gambar 19. Untuk itu pada ayam petelur perlu diperhatikan bahwa kebutuhan kalsium terutama harus disediakan pada pakan, karena jika kekurangan kalsium akan mengambil dari cadangan kalsium pada tulang (Nesheim et al., 1979).

                  Gambar 19. Pembentukan kerabang telur dalam uterus (Nesheim et al., 1979)

Pembentukan kerabang juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari  kerabang  telur  adalah  putih  dan  coklat,  yang  pewarnaannya  tergantung pada genetik setiap individu (North, 1978). Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%)  dan disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran. Pembentukan kerabang berakhir dengan terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk sirkulasi air dan udara.
 Vagina. Bagian akhir dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm (North, 1978). Telur masuk ke bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus). Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Kemudian telur dari vagina keluar melalui kloaka (Nalbandov, 1990).

Ayam Jantan

Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl),  secara lengkap ditunjukkan oleh Nesheim et al. (1972) pada gambar berikut:

 
 Gambar 20. Organ reproduksi dan urinari pada ayam jantan (Nesheim et al., 1979)


Testis
Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Pada unggas testis tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum (Nesheim et al., 1979). Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma (Nalbandov, 1990).        

Epididimis
Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis. Berfungsi sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.

Duktus deferens
Jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada ayam jantan tua tampak berkelok-kelok. Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum.

Organ kopulasi
Pada unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada dinding dorsal kloaka. Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi (Nesheim et al., 1972).

Fertilasi
Fertilisasi merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel yang disebut zygote. Secara embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel ovum oleh sperma dan secara genetik merupakan pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum (Toelihere, 1985).

 
 Gambar 21. Fertilisasi pada ayam (Nuryati et al., 1998)

Hanya beberapa lusin sel sperma yang dapat mendekati ovum dan hanya beberapa sperma yang bisa masuk ke dalam zona pelusida yang akhirnya hanya satu buah sperma yang bisa membuahi ovum (Nalbandov, 1990). Begitu pula pada unggas, setelah terjadi perkawinan sperma akan mencapai infundibulum dan akan menembus membran vitelina ovum untuk bertemu sel benih betina, sehingga terbentuk calon embrio. Telur yang dibuahi disebut telur fertil dan telur yang tidak dibuahi disebut telur infertil atau telur konsumsi (Nuryati et al., 1998).

 
              Gambar 22. Perkawinan alami pada ayam (Nuryati et al., 1998)

Irama Bertelur
Irama bertelur merupakan suatu proses yang melibatkan sistem hormon dan sistem syaraf karena adanya variasi panjang siang dan malam yang mempengaruhi ovulasi dan peneluran. Lama penyinaran tertentu akan mempengaruhi sistem syaraf sehingga mengakibatkan pelepasan hormon untuk merangsang terjadinya ovulasi. Ovulasi merupakan suatu proses yang penting untuk  suatu awal produksi telur (Nesheim et al., 1979).

Pengaruh Cahaya Terhadap Peneluran
Manajemen pengaturan cahaya sangat mempengaruhi proses integral dalam produksi telur. Pengaturan pemberian cahaya dalam manajemen ayam petelur dengan waktu 12 sampai 14 jam dalam satu hari yang terbagi menjadi waktu gelap dan waktu terang, mengingat ayam mempunyai sifat sangat sensitif terhadap waktu penyinaran. Waktu penyinaran ini mempengaruhi sifat mengeram, dewasa kelamin, periode bertelur, produksi telur dan tingkah laku sosial perkawinan (Nesheim et al., 1979).
Penerimaan cahaya pada ayam akan mengakibatkan rangsangan terhadap syaraf pada syaraf optik, yang dilanjutkan oleh syaraf reseptor ke hipothalamus untuk memproduksi hormone releasing factor (HRS).  Hormone releasing factor selanjutnya merangsang pituitaria pars anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. HRS juga merangsang pituitaria pars posterior untuk menghasilkan oksitosin (Nesheim et al., 1979).

Pengaruh Hormon Terhadap Peneluran
FSH berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium sehingga mempunyai ukuran yang tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH merangsang ovarium untuk mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi perkembangan pematangan oviduk untuk dapat mensekresikan kalsium, protein, lemak, vitamin, dan substansi lain dari dalam darah untuk pembentukan komponen telur (Nesheim et al., 1979). Hasil sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di dalam oviduk setelah didahului proses ovulasi (Nalbandov, 1990).
Ovum akan berkembang terus sehingga terjadi pematangan ovum. Proses pematangan ovum disebabkan adanya LH. Setelah ovum masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke dalam mulut infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga disebabkan peranan LH (Nalbandov, 1990).
Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung dengan adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula albumen oleh stimulasi dari hormon androgen dan progresteron sampai tercapai telur sempurna (Nalbandov, 1990). Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars posterior akan mensekresikan oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition dan merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses peneluran (Nesheim et al., 1979).

Siklus irama bertelur
Ayam bertelur dengan irama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari berurutan dan kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam bisa bertelur lima butir atau lebih dalam satu irama bertelur atau disebut clutch (Nalbandov, 1990).
Ovulasi biasa terjadi pada siang hari, terutama pada jam-jam pagi dan jarang terjadi setelah jam 15.00. Telur setelah ovulasi , sekitar 3,5 jam berada di magnum untuk mendapat selubung albumen, 1,25 jam di ithmus dengan terbentuknya membran kerabang dan 21 jam di uterus untuk terbentuknya kerabang keras. Sehingga secara total dibutuhkan 25 sampai 26 jam untuk waktu pembentukan telur.  Ovulasi berikut pada satu irama bertelur terjadi 30 sampai 60 menit setelah ovoposition sebelumnya. Jadi karena waktu ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi pada hari berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat. Akhirnya akan semakin terlambat sampai mencapai jam 14.00 - 15.00. Bila batas waktu ini tercapai, maka akan terjadi penundaan ovulasi, sehingga bertelurnya tertunda satu hari atau beberapa hari sebelum irama bertelur baru dapat dimulai. Ovulasi pada  irama bertelur baru terjadi pada pagi hari (Nalbandov, 1990).
Ada beberapa tipe clutch, yaitu reguler, ireguler dan kontinyu. Reguler terjadi apabila jumlah telur dan jumlah hari istirahat dalam satu irama bertelur mempunyai jumlah yang sama. Ireguler terjadi apabila jumlah telur dan jumlah hari istirahat dalam satu irama bertelur tidak sama.  Kontinyu terjadi jika terjadi pengulangan jumlah telur dan satu hari istirahat yang sama pada satu irama peneluran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada keterangan berikut:
1.      Reguler: + + +  - -  + + + - -  + + +  dst.
2.      Ireguler: + + + +  - -  + + +  - -  + + + + + dst.
3.      Kontinyu: + + + + +  -  + + + + + - + + + + + dst.
        Keterangan:
        + à telur.
         - à waktu istirahat.

Sistem Pernafasan Ayam

Sistem Pernafasan Ayam

Sistem Pernafasan Ayam 

Fungsi utama saluran pernapasan ayam adalah menyediakan oksigen, menge-luarkan karbondioksida (CO2), membantu proses kekebalan primer dan memperlancar mekanisme pengaturan suhu tubuh. Syarat utama agar sistem pernapasan berfungsi baik adalah ketersediaan udara bersih dan saluran pernapasan yang sehat.
Secara anatomi, alat pernapasan ayam terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
1. Saluran pernapasan atas 
Saluran pernapasan bagian atas ayam terdiri dari rongga hidung, laryng, trakea (tenggorokan), bronkus dan bronkeolus. Rongga hidung terhubung langsung ke beberapa sinus seperti sinus infraorbitalis dan sinus supraorbitalis. Karena berhubungan langsung, sangat memudahkan benda-benda asing yang terdapat di udara, termasuk bibit penyakit dapat masuk ke dalam sinus secara langsung.
Rongga hidung dilengkapi dengan silia (bulu getar) yang berperan menyaring partikel-partikel yang tercampur udara yang dihirup ayam, seperti debu maupun bibit penyakit (virus maupun bakteri). Sedangkan pada bagian trakea, bronkus dan bronkeolus dilengkapi dengan sel-sel epitel yang juga mempunyai bulu getar dan sel tak bersilia yang akan menghasilkan lendir yang mengandung enzim proteolitik dan surfaktan. Adanya enzim dan surfaktan (penurun tegangan permukaan) tersebut mampu menghancurkan beberapa mikroorganisme patogen.
Silia hidung hanya mampu menahan partikel berukuran 3,7-7,0 mikron, sedangkan partikel yang lebih kecil lagi akan lolos dan bertahan di saluran pernapasan ayam. Perlu diketahui juga ukuran partikel yang berada di udara kebanyakan memiliki diameter 1-5 mikron, sedangkan ukuran virus atau bakteri lebih kecil lagi contohnya bakteri Mycoplasma berukuran 0,25-0,5 mikron atau virus AI hanya berdiameter 0,08-0,12 mikron. Bisa dibayangkan jika silia mengalami kerusakan (misalnya oleh kadar amonia yang tinggi), maka bibit penyakit akan dengan mudah masuk ke saluran pernapasan dan pada akhirnya ayam akan mengalami gangguan pernapasan yang berujung pada terjadinya kasus penyakit.

2. Paru-paru
Struktur anatomi paru-paru dengan jaringan yang kenyal dan banyaknya pembuluh darah sangat memudahkan pertukaran udara. Pada bagian paru-paru terdapat banyak percabangan bronkus yang disebut sebagai parabronkus. Pada beberapa area, ujung-ujung parabronkus bersatu dan terhubung dengan kantung udara.

3. Kantung udara
Udara dari paru-paru, masuk ke dalam kantung udara. Kantung udara sangat berperan penting dalam pernapasan terutama saat inspirasi (menghirup udara) atau ekspirasi (menghembuskan udara).

Kantung udara sendiri menjadi titik lemah sistem pernapasan, karena hanya terdiri dari beberapa lapis sel dan sedikit pembuluh darahnya. Pada bagian ini sangat sedikit sel fagosit, sedangkan agen infeksi di lingkungan sangat banyak, hal ini akan memudahkan agen infeksi untuk melakukan kolonisasi dan merusak sel-sel epitel.

Sistem pencernaan pada ruminansia

Sistem pencernaan pada ruminansia


Pernah melihat sapi atau kerbau yang sedang santai di kandangnya? Saat itu biasanya mereka tampak selalu mengunyah sesuatu. Ya, itulah perilaku hewan ruminansia (memamah biak). Mengapa mereka selalu tampak seperti pemain basket yang mengunyah permen karet? Inilah penjelasan tentang sistem pencernaan pada ruminansia.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum(perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam), dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian (fermentasi).
FastStoneEditor Sistem pencernaan pada ruminansia
Nah, saat mereka makan rumput, maka makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzimselulase yang dihasilkan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke  retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar disebut bolus.
Sebenarnya ada banyak bakteri yang melakukan fermentasi selulosa. Total ada sekitar 32 strain bakteri yang melakukan fermentasi. Diantara sekian banyak itu yang terkenal adalah: Lachnospira multiparous, Butyrivbrio fibrisolvens, Bacteroides ruminicola, dan semua bersifat anaerob.
Saat para ruminansia ini sudah santai di kandangnya, bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut, makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya, dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim selulase yang akan menghancurkan selulosa. Mikroba penghasil selulase tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah (asam), akibatnya bakteri ini akan mati, namun para mikroba ini malah dapat dicerna sebagai sumber protein bagi hewan ruminansia. Dengan demikian, rumimansia tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri padasekum (semacam appendix yang membesar) yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung sapi. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh para mikroba tadi.
Bagi manusia ini tampak menjijikkan, tetapi pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Karena kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang masih bisa dicerna lagi oleh kelinci.
Usus hewan herbivora lebih besar dibandingkan dengan usus karnivora. Bahkan usus halus herbivora bisa mencapai 40 meter. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora jumlahnya lebih banyak dan sulit dicerna karena kandungan selulosa. Sedangkan pada karnivora jumlah makanannya lebih sedikit sehingga pencernaan berlangsung dengan cepat.
O ya, enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri pada saluran pencernaan ruminansia ini tidak hanya berfungsi untuk merombak selulosa, tetapi juga dapat menghasilkan biogas yang berupa gas CH4 (metana) yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif bahan bakar. Jadi bisa digunakan sebagai pengganti kompor gas untuk memasak. Kok bisa? Iya, karena tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum atau usus akan keluar dari tubuh hewan tersebut bersama faeces (tinja). Nah, bahan organik yang terdapat dalam faeces tadi akan diuraikan dan dapat menghasilkan biogas tadi.

Pendugaan Umur, Berat Badan Sapi dan Domba

Pendugaan Umur, Berat Badan Sapi dan Domba








Pengantar

Pendugaan umur dan berat badan seekor ternak menjadi sangat penting untuk diketahui, khususnya bagi peternak bahkan mutlak. Keterampilan tersebut juga seharusnya dimiliki oleh pengajar, dosen, dan tenaga-tenaga ahli lapangan sehingga tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang merugikan sebelah pihak. Banyak cara yang bisa dilakukan dalam pendugaan umur ternak. Pertama, wawancara dengan pemilik ternak. Cara tersebut sangat mudah dan relatif cepat, tetapi umumnya tidak dapat dijawab sebab biasanya tidak dipelihara sejak lahir. Kedua, mengamati catatan (recording). Pada pola pemeliharaan tradisional cara ini sulit diperoleh, karena pemeliharaan komersial dengan tujuan pemeliharaan yang baik juga tidak menutup kemungkinan menemui kegagalan sebab tidak lengkapnya recording yang dimiliki. Ketiga, mengamati perkembangan bulu (pada unggas). Keempat, mengamati lepasnya tali pusar. Kelima, mengamati munculnya cincin tanduk (pada sapi betina yang sudah beranak). Keenam, mengamati pertumbuhan gigi. Keterampilan tersebut berlaku juga ketika akan menentukan pola pemeliharaan dipeternakan kita. Akankah diusahakan untuk breeding (pembibitan) atau fattening (penggemukan).

Pembahasan

Penentuan Umur Domba

Kondisi Gigi Seri
Perkiraan Umur
Gigi seri susu sudah lengkap
1 tahun
2 gigi seri susu sudah berganti gigi tetap
1-2 tahun
4 gigi seri susu sudah berganti gigi tetap
2-3 tahun
6 gigi seri susu sudah berganti gigi tetap
3-4 tahun
8 gigi seri susu sudah berganti gigi tetap
4-5 tahun
Gigi seri tetap sudah mulai aus dan tanggal
Lebih dari 5 tahun

Ikhtisar Penentuan Umur Sapi

Ø  Waktu dilahirkan : enam atau semua gigi seri sudah timbul, sebagian besar masih tertutup oleh gusi, terdapat sisi gerlach, gigi satu dan lainnya menutup seperti genting, tali pusar basah, bantalan telapat fostal masih melekat, kuku (tracak) belum memperlihatkan tanda-tanda pergeseran.
Ø  4-5 hari : warna kebiruan dari gusi dan sisi. Gerlach sudah hilang, gigi dalam tengah timbul gigi ujung letaknya miring, bantalan telapak sudah lepas. Pada teracak kelihatan tanda pergeseran. Cincin teracak yang pertama kelihatan. Tali pusar jadi kering, pembentukan tanduk belum kelihatan.
Ø  12-14 hari : semua gigi seri susu berada lengkap dan juga letaknya miring tidak lagi kelihatan. Tetapi beberapa gigi masih kelihatan bertumpuk seperti genting, gusi pada gigi dalam sudah mengerat, cincin tracak pertama hilang ditempat dimana tanduk akan tumbuh terdapat penebalan kulit ari yang terasa lembek.
Ø  17 hari : gusi pada gigi dalam tengah sudah mengerut, tali pusar menjadi kering.
Ø  21 hari : gusi pada gigi luar dalam sudah mengerut, tali pusar sudah putus, pada bekas luka pusar terdapat keropeng kulit.
Ø  26 hari : pada seluruh gigi seri susu gusinya menyingsing dan kelihatan sisi tetap.
Ø  1 bulan :.gigi susu seri tidak lagi bertumpuk, cincin kuku kedua kelihatan, lapisan kulit ari pada tempat dimana tanduk akan tumbuh menjadi keras.
Ø  5 minggu : keropeng tali pusar terlepas, sedikit adanya inti tanduk
Ø  2 bulan : pada gigi luar dalam terdapat tanda pergeseran, inti tanduk kelihatan terang dan masih dapat digerakkan.
Ø  3 bulan : pada gigi luar dalam terdapat tanda pergeseran, inti tanduk tetap.
Ø  10-12 bulan : gada gigi dalam bidang terasah meliputi seluruh bidang lidah. Bagian mahkota menjadi kecil, gigi tidak lagi bersentuhan satu sama lain. Tanduk pertama terbentuk dan terlepas.
Ø  15 bulan : bidang terasah dari gigi tengah meliputi seluruh bidang lidah.
Ø  1,5 tahun : gigi seri susu dalam tanggal.
Ø  1 tahun 9 bulan : gigi lebar 2 buah tumbuh sempurna.
Ø  2 tahun 3 bulan : tanggalnya gigi susu dalam tengah.
Ø  2,5 tahun : gigi lebar 4 buah tumbuh sempurna.
Ø  3 tahun : gigi lebar 6 buah tumbuh sempurna, 1 cincin tanduk terdapat dipangkal.
Ø  3,5 tahun : tanggalnya gigi susu ujung.
Ø  4 tahun : pergantian gigi selesai, gigi ujung belum terasah, terdapat 2 cincin tanduk.
Ø  6 tahun : gigi ujung memperlihatkan tanda pergeseran, bidang terasah pada gigi dalam berurutan kegigi tengah luar bertambah lebar, 3 cincin tanduk.
Ø  7-8 tahun : bidang terasah pada gigi dalam tengah dan gigi tengah luar meliputi separuh dari bidang lidah, jumlah cincin tanduk 5-6 buah. Lebar gigi mulai terang.
Ø  10 tahun : bidang pergeseran berbentuk segi empat, kecuali pada gigi ujung, bintang gigi persegi empat pada gigi dalam dan gigi tengah bidang pergeseran mulai melekuk, jumlah cincin tanduk 8 buah.

Penaksiran Bobot Badan

Jumlah zat makanan yang dibutuhkan untuk hidup pokok sapi didasarkan pada bobot badan. Bobot badan sapi maupun ternak lainnya akan dapat diketahui dengan tepat, apabila sapi itu ditimbang dengan menggunakan timbangan sapi. Namun, harganya cukup mahal sehingga besar kemungkinan tidak terdapat dipeternak. Oleh karena itu, diperlukan alat pengukur selain timbangan tersebut, meskipun hasilnya tidak setepat timbangan sapi. Alat yang biasa digunakan adalah tongkat ukur dan pita ukur. Keduanya untuk mengukur lingkar dada sapi. Hasil pengukuran dituangkan dalam persamaan regresi. Lingkar dada memiliki hubungan erat dengan bobot badan.

ü  Sapi jantan
B = 101,1 - 2,493 L + 0,02317 L2
ü  Sapi betina
B = 601,8 - 9,033 L + 0,04546 L2

Ket :
§  B = bobot badan (kg)
§  L = lingkar dada (cm)

Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan mengatur terlebih dahulu posisi berdiri sapi dengan tegak, sehinnga keempat kakinya terletak dalam segi empat diatas bidang datar.